Kamis, 08 Januari 2015

Forget You In The City Of Love

Emma memandangi kedua kakinya yang tak berdaya di atas kursi roda. Ia tahu kecacatan ini tidak akan bertahan lama, tetapi masalahnya adalah--hatinya sedang benar-benar cacat.

Mungkin benar, terkadang kita tidak bisa bersama dengan orang yang kita cintai--atau mungkin saling mencintai. Terkadang Emma bertanya-tanya : jika saling mencintai.. mengapa tidak bisa bersama? Jika ada kata-kata yang ingin saling diucapkan, mengapa tak diucapkan? Jika ingin bersama, mengapa tidak berusaha?

Dan Emma masih bertanya-tanya apa yang Gibran rasakan kepadanya. Demi Tuhan, rasa sakit yang dirasakan Emma dan semua kecacatan sementara ini bukanlah suatu apa-apa jika harus dibandingkan dengan suasana hatinya. Mark--manager Emma marah pada keadaan kaki Emma yang lumpuh sementara, jadi sementara ini Emma tidak bisa mengikuti pemotretan. Belum lagi, karena acara drama kemarin sukses besar--Emma mendapat tawaran bermain drama bersama Gibran. Ini sangat menyakitkan. Jadi, sudah Emma pikir matang-matang, hal itu tidak akan pernah terjadi. Semua orang marah pada Emma, karena suasana hatinya dan keadaannya(yang sebenarnya juga berkaitan dengan suasana hatinya). Hanya satu-satunya orang yang dapat mengerti Emma saat ini--James.

Mungkin Emma membutuhkan waktu beberapa hari, atau mungkin minggu untuk beristirahat. Dan juga menyembuhkan luka di hatinya. Mungkin peristiwa beberapa hari yang lalu akan hilang ditelan ombak, mungkin peristiwa itu nantinya akan terlupakan dengan sendirinya. Emma sendiri berharap, luka itu akan pergi dan mulai memudar. Tapi, ia tidak ingin Gibran melupakan hal itu. Ini terdengar egois memang, Emma menginginkan dirinya segera lupa--tapi ia takut bahwa Gibran benar-benar lupa.

Emma mendorong kursi rodanya di taman Rumah Sakit sore itu, matahari hampir saja terbenam seperti Emma yang seolah-olah ingin ikut terbenam bersama matahari. Ponselnya baru saja berbunyi, ia menatap layar ponselnya. James baru saja menghubunginya, mungkin pria itu kebingungan karena Emma sedang tidak ada di kamar. Tetapi Emma tidak peduli, ia sedang tidak ingin berbicara dengan siapa-siapa sekarang. Bahkan di saat seperti ini, Gibran sama sekali tidak muncul di layar ponselnya. Sudah lama Emma tidak melihat Gibran, dan yang Emma inginkan hanyalah melihat Gibran dari jauh dan tidak lebih.

Terkadang, Emma merindukan seseorang yang tidak selayaknya dirindukan. Terkadang, Emma menginginkan bersama selamanya dengan seseorang yang tidak akan pernah bisa bersama dengannya. Terkadang, Emma menginginkan melihat pria itu, walaupun hanya dari jauh dan tidak lebih--hanya untuk memastikan pria itu baik-baik saja.

Dan sekarang Emma bertanya-tanya, apakah kisah cintanya akan seperti Desiree Clary dan Napoleon. Dua hati yang saling mencintai namun tidak bisa bersama. Tetapi mungkin tidak, karena mungkin Gibran bukanlah Napoleon yang akan terus mengenangnya dan menaruh rasa padanya. Sekarang Emma bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah ia akan menjadi seorang Desiree Clary yang akhirnya bangkit mencari pengganti Napoleon walaupun pada akhirnya Desiree Clary tidak akan pernah bisa melupakan Napoleon?

Karena Emma sendiri juga tidak yakin apakah yang ia rasakan pantas disebut cinta. Namun yang ia inginkan hanyalah, pria itu; Gibran. Jika mungkin Gibran dan Emma tidak bisa bersama selamanya, biarlah mereka bersama untuk sementara. Jika bahkan pada akhirnya mereka tidak bisa bersama untuk sementara, biarlah Emma memendam semuanya dan menganggap Gibran adalah masa lalunya yang tidak akan dilupakannya;karena masa lalu tidak akan pernah bisa berubah dan selamanya akan dikenang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar